Lp Dekompensasi Kordis
Rabu, 20 Agustus 2014
Tambah Komentar
LAPORAN PENDAHULUAN DEKOMPENSASI KORDIS
A.
Definisi
Gagal jantung kongestif
(decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan
nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann
C. Hockley, 2000)
Decompensasi
cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya
kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 ).
Berdasarkan definisi
patofisiologik gagal jantung (decompensatio
cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah
ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat
istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik
khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya)
serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni,
2007).
Jadi gagal jantung adalah suatu
kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik
tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke
dalam jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang
gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktilitas jantung yang
berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk
selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel
secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan
jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagi
organ.
B.
Klasifikasi
Dekompensasi Kordis
1.
Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung
pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir sistol terdapat sisa darah yang
lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatol berikutnya
akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin lama
terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan
dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula
peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru,
karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam
jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler
paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi
cairan dari pembuluh kapiler paru-paru..
Pada saat peningkatan tekanan arteri
pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanin tertisiel
bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukan
adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma
kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin
meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik
karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga
akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan menggangu
alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru disertai sesak
dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak cardiogenik
diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi menjadi
sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat
kematian.
Gagalnya kkhususnya pada ventrikel
kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua
antara lain:
a.
Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output
seperit dyspnoe de effort (sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak
nafas pada saat berbaring dan dapat dikurangi pada saat duduk atau
berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari
atau sesak pada saat terbangun)
b.
Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis,
darah balik yang bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru,
takikakrdia,
c.
Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi
distolik dini ( proses aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan
dindiing ventrikel
2.
Decompensasi cordis kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat
bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada
paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik,
peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk
kedalam(edema perier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak
dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal, terjadi
bendungan diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal
yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata
penurunan tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat
sisitol tidak mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir
diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan tekanan
dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena
kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya
bendungan vena jugularis eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena
lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan
apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan
osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung
kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi
fungsional dalam 4 kelas :
1.
Kelas 1;
Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
2.
Kelas 2;
Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari
hari tanpa keluhan.
3.
Kelas 3;
Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
4.
Kelas 4;
Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah
baring.
C.
Etiologi
Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti
regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada
keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain
yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan
ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan
ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh
penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi
tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer,
atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil. ( Price. Sylvia A,
1995).
Penyebab gagal jantung digolongkan
menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri
atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit
jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis,
kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis,
anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri,
penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid,
penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal
masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh
banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari
gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi
merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi
penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat
malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal
jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit
jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung
pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes
dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari
gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total
dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risikoindependen
perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan
meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati
didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun
penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori
fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi.
Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi
abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti
SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat
merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih
memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan
gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan
obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati
restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang
buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi
diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup
sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai
berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung
adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan
regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload)
sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk
hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal
jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia
(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan
gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti
zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung
terhadap otot jantung. (Santosa, A 2007)
D.
Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal
jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan
curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO =
HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari
sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme
kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.
Volume
sekuncup adalah
jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor,
yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung
yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh
mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik.
Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas
atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan
waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan
terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih
bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung
lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi
sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output,
terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan
perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium,
frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral
yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat
mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga
akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini dirancang untuk
mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek
penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal
dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi
sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi,
menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload
ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung
berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang
juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung
terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan
atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik
dan vasodilator.
Pathways
E.
Manifestasi Klinis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi
sisitem vena atau sistem pulmonal antara lain :
1.
Lelah
2.
Angina
3.
Cemas
4.
Oliguri. Penurunan aktifitas GI
5.
Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti
balikdari ventrikel kiri, antara lain :
1.
Dyppnea
2.
Batuk
3.
Orthopea
4.
Reles paru
5.
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan
:
1.
Edema perifer
2.
Distensi vena leher
3.
Hati membesar
4.
Peningkatan central venous pressure (CPV)
F.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi,
fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah
imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2.
Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas
ventricular.
3.
Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.
4. Pemeriksaan
laboratorium
a.
Darah
Hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena
hemodilusi. Kadar hemoglobin di bawah 5% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal
jantung, setidaknya keadaan anemi akan menyebabkan bertambahnya beban jantung.
Jumlah leukosit dapat meninggi; bila sangat meninggi mungkin terdapat
superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan jantung. Laju
endap darah (LED) biasanya menurun, bila gagal jantung dapat diatasi tapi
infeksi atau karditis masih aktif ada maka LED akan meningkat. Kadar natrium
dalam darah sedikit menurun walaupun natrium total bertambah. Keadaan asam basa
tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori, keadaan paru, besarnya
shunt dan fungsi ginjal.
b.
Urine
Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis
meninggi, terdapat albuminuria sementara. (Long,
Barbara C, Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, 1996;
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, 1987)
5.
Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi
katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras
disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001)
6.
Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran
jantung, edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.
7.
EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi
bilik jantung dan iskemik (jika
disebabkan oleh AMI)
8.
Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang
rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)
G.
Komplikasi
Komplikasi lebih lanjut yang dapat
terjadi akibat Decompensasio Cordis yaitu renjatan (shock) kardiogenik, dimana
ventrikel kiri sudah tidak mampu berfungsi lagi. Selain itu dapat terjadi gagal
nafas total akibat perluasan edema paru yang hebat dan ketidakmampuan
compliance maupun recoil paru. (Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, 1987)
H.
Penatalaksanaan
1.
Perawatan
a.
Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan decompensasi harus
benar-benar dikurangi dengan bederest, mengingat konsumsi oksigen yang relatif
meningkat.
b.
Pemberian oksigen.
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit
dalam keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
c.
Diet.
Umumnya
diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam. Jumlah
kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori
tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
2.
Pengobatan medik
1)
Digitalisasi
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan
memperlambat dan memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
1)
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg
dalam 4 – 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari.
2)
Cedilanid IV 1,2 – 1, 6 mg dalam 24 jam.
Dosis penunjang untuk gagal jantung :
Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan
gagal ginjal dosis disesuaikan.
Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25
mg.
2)
Diuretik
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload),
tekanan pengisian yang berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi
cairan yang berlebihan. Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. pemberian dosis
penunjang bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
3)
Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri dan menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi
berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :
1)
Nitrogliserin 0,4 – 0,6 mg sublingual atau 0,2 – 2
mg/kgBB/menit IV
2)
Nitroprusid 0,5 – 1 mg/kgBB/menit IV
d.
Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik
1)
Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan
pemberian sulfa ferosus, atau tranfusi darah jika anemia berat.
2)
Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik
Untuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah,
dapat diberikan penenang; luminal dan morfin dianjurkan terutama pada anak yang
gelisah.
(Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, 1999;
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan,
1996)
3.
Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
1)
Revaskularisasi (perkutan, bedah).
2)
Operasi katup mitral.
3)
Aneurismektomi.
4)
Kardiomioplasti.
5)
External cardiac support.
6)
Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu
jantung biventricular.
7)
Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
8)
Heart transplantation, ventricular assist devices,
artificial heart.
9)
Ultrafiltrasi, hemodialisis.
I.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas
dan Istirahat
1)
Gejala :
Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
2)
Tanda:
Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
b.
Sirkulasi
1)
Gejala:
Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan
arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak,
hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
2)
Tanda:
Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras,
takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
c.
Integritas
Ego
1)
Tanda :
menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian,
keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.
d.
Makanan /
Cairan
1)
Gejala:
Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
2)
Tanda: Edema
umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela
dan mengi.
e.
Neurosensoris
1)
Gejala:
Mengeluh kesemutan, pusing
2)
Tanda:
Kelemahan
f.
Pernafasan
1)
Gejala:
Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
2)
Tanda:
Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.
g.
Keamanan
1)
Gejala:
Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
2)
Tanda:
Kelemahan tubuh
h.
Penyuluhan /
pembelajaran
1)
Gejala:
Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
2)
Tanda:
Menunjukan kurang informasi.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Pola nafas tidak
efektif b/d hiperventilasi.
b.
Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan
curah jantung.
c.
Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah
jantung, retensi cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan
perifer dan hipertensi pulmonal.
d.
Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah,
ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang
menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama sakit
kritis.
3.
Intervensi
Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Pola Nafas
tidak efektif b/d hiperventilasi
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak
adekuat
Batasan karakteristik :
1. Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
2. Penurunan pertukaran udara per menit
3. Menggunakan otot pernafasan tambahan
4. Nasal flaring
5. Dyspnea
6. Orthopnea
7. Perubahan penyimpangan dada
8. Nafas pendek
9. Assumption of 3-point position
10. Pernafasan pursed-lip
11. Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
12. Peningkatan diameter anterior-posterior
13. Pernafasan rata-rata/minimal
Ø
Bayi :
< 25 atau > 60
Ø
Usia 1-4
: < 20 atau > 30
Ø
Usia 5-14
: < 14 atau > 25
Ø
Usia >
14 : < 11 atau > 24
14. Kedalaman pernafasan
Ø
Dewasa
volume tidalnya 500 ml saat istirahat
Ø
Bayi
volume tidalnya 6-8 ml/Kg
15. Timing rasio
16. Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan :
Ø Hiperventilasi
Ø Deformitas tulang
Ø Kelainan bentuk dinding dada
Ø Penurunan energi/kelelahan
Ø Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
Ø Obesitas
Ø Posisi tubuh
Ø Kelelahan otot pernafasan
Ø Hipoventilasi sindrom
Ø Nyeri
Ø Kecemasan
Ø Disfungsi Neuromuskuler
Ø Kerusakan persepsi/kognitif
Ø Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
Ø Imaturitas Neurologis
|
NOC :
Ø Respiratory
status : Ventilation
Ø Respiratory
status : Airway patency
Ø Vital sign
Status
Kriteria
Hasil :
Ø Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
Ø Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Ø Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
|
NIC :
Airway Management
1.
Buka jalan
nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2.
Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3.
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4.
Pasang mayo
bila perlu
5.
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
6.
Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
7.
Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
8.
Lakukan suction
pada mayo
9.
Berikan
bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
1.
Bersihkan
mulut, hidung dan secret trakea
2.
Pertahankan jalan nafas yang paten
3.
Atur peralatan oksigenasi
4.
Monitor aliran oksigen
5.
Pertahankan posisi pasien
6.
Observasi
adanya tanda tanda hipoventilasi
7.
Monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1.
Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor
TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor
kualitas dari nadi
7. Monitor
frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor
suara paru
9. Monitor
pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor
sianosis perifer
12. Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
13.
Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign
|
2.
|
Gangguan
pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
Definisi :
Kelebihan atau kekurangan
dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler
alveoli
Batasan karakteristik :
1.
Gangguan
penglihatan
2.
Penurunan
CO2
3.
Takikardi
4.
Hiperkapnia
5.
Keletihan
6.
somnolen
7.
Iritabilitas
8.
Hypoxia
9.
kebingungan
10. Dyspnoe
11. nasal faring
12. AGD Normal
13. sianosis
14. warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
15. Hipoksemia
16. hiperkarbia
17. sakit kepala ketika bangun
18. frekuensi dan kedalaman nafas abnormal
Faktor faktor yang berhubungan :
Ø ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Ø perubahan membran kapiler-alveolar
|
NOC :
Ø Respiratory
Status : Gas exchange
Ø Respiratory
Status : ventilation
Ø Vital Sign
Status
Kriteria Hasil :
Ø Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Ø Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
Ø Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
Ø Tanda tanda vital dalam rentang normal
|
NIC :
Airway Management
1.
Buka jalan
nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2.
Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3.
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4.
Pasang mayo
bila perlu
5.
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
6.
Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
7.
Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
8.
Lakukan suction
pada mayo
9.
Berika
bronkodilator bial perlu
10. Barikan pelembab udara
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
1.
Monitor rata
– rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2.
Catat
pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3.
Monitor suara
nafas, seperti dengkur
4.
Monitor pola
nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5.
Catat lokasi trakea
6.
Monitor
kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
7.
Auskultasi
suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
8.
Tentukan
kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
utama
9.
Uskultasi
suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
1.
Monitro IV line
2.
Pertahankanjalan nafas paten
3.
Monitor AGD, tingkat elektrolit
4.
Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
5.
Monitor
adanya tanda tanda gagal nafas
6.
Monitor pola respirasi
7.
Lakukan terapi oksigen
8.
Monitor status neurologi
9.
Tingkatkan oral hygiene
|
3.
|
Kelebihan
volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium oleh
ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
Definisi :
Retensi cairan isotomik
meningkat
Batasan karakteristik :
1.
Berat
badan meningkat pada waktu yang singkat
2.
Asupan
berlebihan dibanding output
3.
Tekanan
darah berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, peningkatan CVP
4.
Distensi
vena jugularis
5.
Perubahan
pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales
atau crakles), kongestikemacetan paru, pleural effusion
6.
Hb dan
hematokrit menurun, perubahan elektrolit, khususnya perubahan berat jenis
7.
Suara
jantung SIII
8.
Reflek
hepatojugular positif
9.
Oliguria,
azotemia
10. Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ø Mekanisme pengaturan melemah
Ø Asupan cairan berlebihan
Ø Asupan natrium berlebihan
|
NOC :
Ø Electrolit
and acid base balance
Ø Fluid
balance
Kriteria
Hasil:
Ø Terbebas
dari edema, efusi, anaskara
Ø Bunyi
nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
Ø Terbebas
dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
Ø Memelihara
tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign
dalam batas normal
Ø Terbebas
dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
Ø Menjelaskanindikator
kelebihan cairan
|
NIC :
Fluid
management
1.
Timbang
popok/pembalut jika diperlukan
2.
Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
3.
Pasang urin
kateter jika diperlukan
4.
Monitor hasil
lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
5.
Monitor
status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
6.
Monitor vital
sign
7.
Monitor
indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
8.
Kaji lokasi
dan luas edema
9.
Monitor
masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
10. Monitor status nutrisi
11. Berikan diuretik sesuai interuksi
12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na
< 130 mEq/l
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid
Monitoring
1.
Tentukan
riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
2.
Tentukan
kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
3.
Monitor berat
badan
4.
Monitor serum
dan elektrolit urine
5.
Monitor serum
dan osmilalitas urine
6.
Monitor BP,
HR, dan RR
7.
Monitor
tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
8.
Monitor
parameter hemodinamik infasif
9.
Catat secara
akutar intake dan output
10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari odema
|
4.
|
Intoleransi
aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi metabolisme
otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan
status nutrisi yang buruk selama sakit
Intoleransi
aktivitas b/d fatigue
Definisi :
Ketidakcukupan energu secara fisiologis maupun
psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau
aktifitas sehari hari.
Batasan karakteristik :
1.
melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau
kelemahan.
2.
Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi
terhadap aktifitas
3.
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
4.
Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
Faktor factor yang berhubungan :
Ø Tirah
Baring atau imobilisasi
Ø Kelemahan
menyeluruh
Ø Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen dengan kebutuhan
Ø Gaya hidup
yang dipertahankan.
|
NOC :
Ø Energy
conservation
Ø Self Care
: ADLs
Kriteria
Hasil :
Ø Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Ø Mampu
melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
|
NIC :
Energy
Management
1.
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
2.
Dorong anal
untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
3.
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4.
Monitor
nutrisi dan sumber energi tangadekuat
5.
Monitor
pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
6.
Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas
7.
Monitor pola
tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity
Therapy
1.
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
2.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3.
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
4.
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5.
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
6.
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7.
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
8.
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
9.
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu
pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
|
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada
Usia Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember
2006. Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam http://rentalhikari. wordpress.com/ 2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses
pada 8 Maret 2014)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all.
1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan
Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba medika
Belum ada Komentar untuk "Lp Dekompensasi Kordis"
Posting Komentar